BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lumut
sejati (Bryopsida) atau disebut juga lumut daun juga nama lainnya yaitu Musci
adalah anggota tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berspora yang termasuk
dalam superdivisi tumbuhan lumut atau Bryophyta. Lumut ini disebut
sebagai lumut sejati, karena bentuk tubuhnya seperti tumbuhan kecil yang
memiliki bagian akar (rizoid), batang, dan daun. Lumut ini merupakan kelompok
lumut terbanyak dibandingkan lumut lainnya yaitu sekitar 10.000 spesies. Kurang
lebih terdapat 12.000 jenis lumut daun yang ada di dunia ini.
Lumut
daun merupakan tumbuhan kecil yang mempunyai batang semu dan tumbuhnya tegak.
Lumut ini tidak melekat pada substratnya, tetapi mempunyai rizoid yang melekat
pada tempat tumbunya. Bentuk daunnya berupa lembaran yang tersusun spiral.
Contoh spesies lumut daun yang paling terkenal adalah lumut gambut atau Sphagnum
sp yang menutup paling tidak 30% permukaan daratan di bumi, dengan
kerapatan tertinggi terdapat di kutub utara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik dari lumut
sejati (Bryopsida) ?
2. Bagaimana reproduksi dari lumut sejati
(Bryopsida) ?
3. Bagaimana klasifikasi dari lumut sejati
(Bryopsida) ?
4. Apa peranan dari lumut sejati
(Bryopsida) bagi kehidupan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan karakteristik lumut sejati
(Bryopsida).
2. Menjelaskan reproduksi lumut sejati
(Bryopsida).
3. Menjelaskan klasifikasi lumut sejati
(Bryopsida).
4. Menjelaskan peranan lumut sejati
(Bryopsida) bagi kehidupan.
BAB
II
ISI
A. Karakteristik Lumut Sejati (Bryopsida)
Lumut
sejati (Bryopsida) pada umumnya lebih dikenal masyarakat jika dibandingkan
dengan lumut hati, karena lumut sejati (Bryopsida) tumbuh pada tempat yang agak
terbuka dan bentuknya lebih menarik. Lumut sejati (Bryopsida) dapat tumbuh
diatas tanah-tanah gundul yang periodik mengalami masa kekeringan, bahkan
diatas pasir yang bergerak pun dapat tumbuh. Selanjutnya lumut-lumut ini dapat
dijumpai diantara rumput-rumput, diatas batu-batu cadas, pada batang-batang dan
cabang-cabang pohon, di rawa-rawa, tetapi jarang didalam air. Di tempat-tempat
yang kering, lumut sejati (Bryopsida) membentuk badan-badan yang yang berupa
bantalan, sedangkan yang hidup di tanah-tanah hutan, membentuk lapisan-lapisan
seperti permadani (Tjitrosoepomo, Gembong. 2001: 200).
Lumut
sejati (Bryopsida) memiliki batang yang tegak, bahkan ada yang seluruhnya
merayap tetapi cabangnya tumbuh tegak, bahkan ada yang seluruhnya merayap, baik
daun dan cabangnya melengkung kebawah. Meskipun banyak tambahan pada batang
disebut daun, tidaklah sama dengan daun pada tumbuhan tingkat tinggi. Tetapi
dibandingkan dengan daun pada lumut hati, pada tumbuhan ini bentuknya mirip
sekali dengan daun, karena adanya tulang tengah yang nyata. Daun pada lumut
sejati (Bryopsida) tersusun radial, dalam spiral atau bilateral, jarang sekali
daun-daun itu tersusun dalam dua baris saja.
Spora
lumut sejati (Bryopsida) ditempat yang cocok berkecambah merupakan protonema,
yang terdiri atas benang-benang berwarna hijau, bersifat fototrop positif,
banyak bercabang-cabang, dan dengan mata bisa kelihatan seperti hifa cendrawan
yang berwarna hijau. Protonema itu mengeluarkan rizoid-rizoid yang tidak
berwarna, terdiri atas banyak sel dengan sekat-sekat miring, bersifat fototrop
negatif, masuk kedalam tanah dan bercabang-cabang. Rizoid telah mulai terbentuk
pada pembelahan spora yang pertama pada sisi yang tidak terkena cahaya.
Jika
cukup mendapat cahaya, pada protonema lalu terbentuk kuncup-kuncup yang akan
berkembang menjadi tumbuhan lumut. Kuncup mula-mula berupa penonjolan-penonjolan
kesamping dari sel-sel bawah pada suatu cabang protonema. Setelah kuncup itu
merupakan 1-2 sel tangkai, maka dalam sel ujungnya lalu terjadi sel serupa
piramid, karena terbentuknya sekat-sekat yang miring. Sel-sel bentuk piramid
itulah yang seterusnya merupakan sel pemula yang meristematik. Sel itu tiap
kali memisahkan suatu segmen sebagai sel-sel anakan baru, dan akhirnya
berkembanglah tumbuhan lumutnya. Jika banyak terbentuk kuncup-kuncup demikian
tadi, maka tumbuhan lumut seringkali tersusun seperti dalam suatu rumpun.
Tumbuhan lumut sejati (Bryopsida) selalu dapat dibedakan dalam bagian-bagian
berupa batang dengan daun-daun. Disamping itu terdapat rizoid-rizoid untuk
melekat pada substratnya (Tjitrosoepomo, Gembong. 2001: 201).
B. Reproduksi Lumut Sejati (Bryopsida)
Pada
lumut sejati (Bryopsida) alat-alat kelamin terkumpul pada ujung batang atau
pada ujung cabang-cabangnya, dan dikelilingi oleh daun-daun yang letaknya
paling atas. Daun-daun itu kadang-kadang mempunyai bentuk dan susunan yang
khusus yang dinamakan periantum. Kemudian alat-alat kelamin itu
dikatakan bersifat benci atau berumah satu, jika dalam kelompok itu terdapat
baik arkegonium maupun anteredium, dan dinamakan berumah dua jika kumpulan
arkegonium dan anteridium terpisah tempatnya. Diantara alat-alat kelamin dalam
kelompok itu biasanya terdapat sejumlah rambut-rambut yang terdiri atas banyak
sel dan dapat mengeluarkan suatu cairan. Rambut-rambut steril itu dinamakan parafisis.
Anteredium dan arkegonium lumut sejati mempunyai
tangkai dan perkembangan berbeda
dengan perkembangan alat-alat yang sama pada Archegoniata lainnya. Sel-selnya
mempunyai susunan yang rumit, dan semuanya berasal dari segmen-segmen hasil
pembelahan sel pemula di ujung berbentuk pasak. Segmen-segmen yang dipisahkannya
segera membelah-belah lagi menjadi sel-sel di sebelah dalam.sel-sel di bagian
dalam seterusnya ikut membentuk jaringan spermatogen.
Perkembangan arkegonium mula-mula sejalan dengan anteredium, tetapi
kemudian sel ujungnya berubah menjadi sel induk arkegonium dan dengan
dinding-dinding pemisah yang perikinal kemudian membentuk tiga sel pinggir, dan
satu sel di tengah berbentuk tetraedar kemudian membentuk sekat melintang dan
terjadilah sel tutup, sel-sel calon dinding arkegonium, dan satu sel yang letaknya
di pusat. Sel pusat itulahyang nantinya membentuk sel telur dan sel saluran
perut. (Tjitrosoepomo, Gembong 2001: 204).
Reproduksi / perkembangbiakan Bryopsida
atau lumut daun dapat berlangsung secara Vegetatif dan Generatif. Perkembangbiakan secara vegetatif berlangsung dengan pembebasan spora dari kapsul, sebagai hasil
dari pembelahan sel induk spora secara meiosis yang menghasilkan empatspora atau
tetraspora. Jika
sporogonium (sporofit) telah masak, kaliptra dan operkulumnya lepas dan jatuh.
Jika udara disekitarnya kering, gigi-gigi peristom akan menggulung keluar
sehingga spora dapat keluar, dan akan diterbangkan oleh angin. Jika spora jatuh
ditempat yang sesuai, spora akantumbuh menjadi protonema yang berbentuk seperti
benang. Perkembangbiakan secara generatif berlangsung melalui pembuahan sel
telur oleh sel jantan dan akan menghasilkan zigot. Pembuahan ini terjadi karena
adanya kemotaksis (gaya tarik kimia) pada medium air. Zigot akan membelah
beberapa kali sehingga terbentuk embrio yang akan tumbuh menjadi sporogonium
(badan penghasil spora) atau sporofit (tumbuhan penghasil spora). Jadi,
sporofit merupakan turunan generatif (Kouzinet. 2010).
C. Klasifikasi Lumut Sejati (Bryopsida)
Lumut
sejati (Bryopsida) dibedakan menjadi 3 ordo, yaitu Bryales, Sphagnales, dan
Andreaeales.
1. Ordo Bryales
Sebagian
besar lumut sejati (Bryopsida) tergolong dalam ordo ini. Pada ordo ini,
generasi gametofit dimulai dari spora, yang pada lingkungan lembab tumbuh
membentuk struktur berbentuk benang yang disebut potonema. Cabang
protonema menyebar menutup permukaan tanah, selnya mengandung kloroplas. Rizoid
tumbuh pada protonema dan menembus tanah, berwarna coklat atau tidak berwarna dan
tidak mengandung kloroplas.
Struktur
yang menarik pada lumut ini ialah generasi gametofitnya, berasal pada protonema
sebagai kuncup yang berbentuk jambu klutuk. Kuncup tersebut, melalui kegiatan
sel ujung tunggal, tumbuh menjadi batang yang berdaun. Batang tegak membentuk
rizoidnya dan menjadi titik bergantung pada protonema, yang segera hancur
(Sutarmi, Siti. 1983: 93).
Generasi
sporofit dimulai dengan telur dibuahi, yang berkembang sangat cepat menjadi
membentuk janin memanjang dan berbentuk gelendong. Dari janin tumbuh tangkai
yang memanjang yang dinamakan seta. Tangkai dengan kaki sporogoniumnya
tertanam dalam jaringan tumbuhan gametofitnya. Pada ujung tangkai terdapat
kapsul sporanya yang bersifat radial atau dorsiventral dan mula-mula
diselubungi oleh kaliptra. Sementara sporofit itu memanjang, kaliptra luruh
dipangkalnya dan terdorong keatas, dan tampak seperti tudung tipis berwarna
coklat atau agak hijau yang menutupi kapsul tersebut. Bagian atas seta
dinamakan apofisis. Pada jenis-jenis lumut tertentu apofisis mempunyai
bentuk dan warna yang khusus. Menurut poros bujurnya kapsul spora itu mempunyai
jaringan kolumela. Ruang spora berbentuk tabung mengelilingi jaringan kolumela
itu, kolumela dan ruang spora dikelilingi oleh ruang antar sel yang terdapat
didalam jaringan dinding kapsul spora. Bagian atas dinding kapsul spora
tersusun merupakan tutup (operkulum). Dibawah tepi operkulum itu
terdapat suatu mintakat berbentuk lingkaran sempit dan dan dinamakan cincin.
Sel-selnya mengandung lendir yang dapat mengembang dan menyebabkan terbentuknya
operkulum (Tjitrosoepomo, Gembong. 2001: 212).
Pada
waktu kapsul menjadi matang, dan spora pun masak didalamnya, maka operculum atau
katuk tampak jelas pada ujungnya. Setelah kapsul menjadi kering, maka kaliptra
dan katup gugur dan spora-spora terbawa angin. Pembebasan spora itu dipermudah
oleh geligi dan higroskopik disekitar mulut kapsul. Bilamana udara diluar
kering, geligi itu melengkung keluar, dan spora-spora terbawa angin yang
menggoyangkan kapsul. Apabila udara lembab, geligi itu kembali ke posisi semula
dan mencegah spora-spora itu keluar dari kapsul.
Daun
tumbuhan ini berwarna hijau dan kadang mempunyai jaringan yang khusus untuk
fotosintesis. Pada umumnyatebal jaringan hanya terdiri dari satu sel, kecuali
sepanjang tulang tengah. Dibagian dalamnya, batang itu dapat agak
terdiferensiasi dengan untaian sel-sel memanjang ditengah yang dikelilingi
daerah korteks yang mengandung kloproplas. Persamaan batang lumut dengan batang
tumbuhan berpembuluh hanya dari luar, karena jaringan pembuluh yang sebenarnya
tidak ada.
Organ
seksual dibentuk pada ujung batang yang berdaun. arkegonium dan anteridium
dapat tumbuh pada ujung yang sama atau pada batang yang berlainan. Pada saat
pembuahan, anteridium menyerap air dan merekah. Tudung terlempar dan sperma
bergerak keluar. Air merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk tumbuhan.
Pada lumut besar, sperma bergerak dari anteridia ke arkegonia dengan adanya
hujan, sedangkan pada lumut kecil sperma bergerak melalui selaput tipis air
yang menutupi permukaan tumbuhan. Sperma tertarik sampai diujung arkegonioum
oleh adanya sekresi gula, dan berenang masuk kedalam leher arkegonium. Salah
satu sperma bergabung dengan sel telur, maka terjadilah pembuahan (Sutarmi,
Siti. 1983: 96).
Menurut
Siti Sutarmi (1983), siklus hidup tumbuhan lumut adalah sebagai berikut.
Generasi gametofit dimulai dengan pembentukan spora. Setiap spora tumbuh
membentuk protonema yang berbentuk benang dan terdiri dari dua bagian, yaitu
yang melepa diatas tanah mengandung kloroplas, dan rizoid yang tidak berwarna
hijau yang menembus kedalam tanah. Cabang-cabang khusus protonema bagian atas
tanah tumbuh menjadi batang berdaun dengan simetri radial. Organ seksual tumbuh
pada ujung batang yang tegak. Gamet-gamet, yaitu sel telur dan sperma,
merupakan bagian paling akhir dari generasi gametofit. Perkembangan selanjutnya
seperti halnya siklus hidup pada lumut hati. Perbedaannya hanya pada bentuk
kapsul yaitu lumut sejati tangkainya panjang dan mempunyai tutup seperti mangkuk
yang dapat merekah.
2. Ordo Sphagnales (Lumut Gambut)
Ordo
ini hanya terdiri atas satu suku Spahagnaceae dan satu marga Sphagnum.
Marga ini meliputi sejumlah besar jenis lumut yang kebanyakan hidup di
tempat-tempat yang berawa-rawa dan membentuk rumpun atau bantalan, yang dari
atas tiap-tiap tahun tampak bertambah luas, sedang bagian-bagian bawah yang ada
dakam air mati dan berubah menjadi gambut.
Protonema
tidak berbentuk benang, melainkan merupakan suatu bagian berbentuk daun kecil,
tepinya bertoreh-toreh dan hanya terdiri atas selapis sel saja.
Batangnya
banyak bercabang-cabang; cabang-cabang yang muda tumbuh tegak dan mmebentuk
roset pada ujungnya. Daun-daun yang sudah tua terkulai dan menjadi pembalut
bagian bawah batang. Suatu cabang dibawah puncak tumbuh sama cepat dengan induk
batang. Sehingga kelihatan seperti batang lumut itu bercabang menggarpu. Karena
batang dari bawah mati sedikit demi sedikit, maka cabang-cabang akhirnya
merupakan tumbuhan yang terpisah-pisah.
Kulit
batang Sphagnum terdiri atas selapis sel-sel yang telah mati dan kosong.
Jaringan kulit bersifat seperti sepon, dapat menghisap banyak air.
Dinding-dinding yang membujur maupun yang melintang mempunyai liang-liang yang
bulat. Juga dalam daunnya terdapat sel-sel yang menebal berbentuk cincin atau
spiral dan merupakan idioblas diantara sel-sel lainnya yang membentuk susunan
seperti jala, terdiri atas sel-sel hidup, berbentuk panjang dan mengandung
banyak klorofil. Susunan yang merupakan aparat kapilar itu berguna untuk memenuhi
keperluan akan air dan garam-garam makanan.
Cabang-cabang
batang ada yang mempunyai bentuk dan warna khusus, yaitu cabang yang menjadi
pendukung alat-alat kelamin. Cabang-cabang ♂ mempunyai anteridium yang bulat
dan bertangkai diketiak-ketiak daunnya. Cabang ♀ mempunyai arkegonium pada
ujungnya. Cabang pendukung arkegonium itu tidak mempunyai sel pemula yang
berbentuk limas pada ujungnya, jadi seperti lumut hati, dan berbeda dengan
lumut sejati umumnya. Sporogonium hanya membentuk tangkai pendek dengan kaki
yang membesar, dan sampai lama diselubungi oleh dinding arkegonium. Akhirnya
dinding arkegonium itu pecah pada kaki sporogonium. Kapsul spora berbentuk
bulat, didalamnya terdapat kolumela berbentuk setengah bola yang diselubungi
oleh jaringan sporogen. Arkespora pada Sphagnum tidak berakar dari
endotesium, tetapi berasal dari lapisan terdalam ampitesium. Kapsul spora
mempunyai tutup yang akan membuka, jika spora sudah masak. Sporogonium dengan
kakinya yang melebar dan merupakan haustorium terdapat dalam suatu perpanjangan
ujung batang. Sehabis pembuahan, kaki lalu memanjang seperti tangkai dan
dinamakan pseudopodium. Contoh-contoh lumut gambut ialah Sphagnum
fimbriatum, S.squarrosum, S.acutifolium (Tjitrosoepomo, Gembong. 2001:
210).
3. Ordo Andreaeales
Bangsa
ini hanya membuat satu suku, yaitu suku Andreaeaceae, dengan satu marga Andreaea.
Protonema berbentuk pita yang bercabang-cabang. Kapsul spora mula-mula
diselubungi oleh kaliptra yang bentuknya seperti kopyah bayi. Jika sudah masak
pecah dengan 4 katup-katup. Kolumela diselubungi oleh jaringan sporogen.
Contohnya adalah Andreaea petrophila, A rupestris (Mulyono,
Hadrianus, dkk. 2000: 56).
D. Peranan Lumut Sejati (Bryopsida)
Dalam
kehidupan, tumbuhan lumut ssejati memiliki peranan atau manfaat sebagai berikut:
1. Memiliki
peran dalam ekosistem sebagai penyedia oksigen.
2. Sphagnum
dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kapas dan sebagai bahan bakar.
3. Dapat
menyerap air serta menjaga kelembaban tanah.
4. Bisa
digunakan sebagai ornament tata ruang.
5. Lumut
gambut di rawa dapat dijadikan sebagai pupuk penyubur tanah.
6. Lumut
sphagnum dikenal sebagai obat penyakit kulit dan mata.
7. Di
hutan bantalan lumut berfungsi menyerap air hujan sehingga mengurangi
kemungkinan adanya banjir (Kouzinet. 2010).
BAB
III
PENUTUP
Lumut
sejati (Bryopsida) atau yang biasa juga dikatakan lumut daun merupakan tumbuhan
peralihan antara Thallophyta yaitu tumbuhan yang sulit dibedakan antara akar,
batang, dan daunnya dan Cormophyta yaitu tumbuhan yang mudah dibedakan antara
akar, batang, dan daunnya. Lumut sejati (Bryopsida) tumbuh pada tempat yang
terbuka seperti pada tanah-tanah gundul yang mengalami kekeringan, diatas
pasir, diantara rumput-rumput, diatas batu-batu cadas, pada batang-batang
pohon, dan di rawa-rawa. lumut sejati (Bryopsida) memiliki perkembangbiakan
secara vegetatif dan generatif dan lumut sejati (Bryopsida) dibedakan menjadi 3
ordo, yaitu Bryales, Sphagnales, dan Andreaeales. Lumut sejati (Bryopsida) ini
memiliki peran yang cukup penting didalam kehidupan.
Daftar
Pustaka
Kouzinet. 2010. Lumut
Daun. http://kouzinet.blogspot.com/2010/03/lumut-daun-bryopsida-sp.html
diakses pada tanggal 1 Oktober 2014 pada pukul 10:27 WIB.
Mulyono, Hadrianus, dkk. 2000. Biologi.
Jakarta: Erlangga.
Sutarmi, Siti. 1983. Botani Umun
Jilid 3. Bandung: Angkasa.
Tjitrosoepomo,
Gembong. 2001. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar